Gunungkidul,(kalaharinews.co)- Pesisir Selatan Gunungkidul, yang selama ini dikenal dengan keindahan pantainya, kini menjadi sorotan akibat maraknya aktivitas penangkapan benur atau bibit lobster oleh nelayan dari luar daerah. Para nelayan tersebut diduga datang dari berbagai wilayah untuk menangkap benur yang memang bernilai ekonomis tinggi.
Benur atau bibit lobster merupakan komoditas laut yang bernilai tinggi di pasar internasional, sehingga banyak pihak yang berusaha menangkapnya secara ilegal. Eksploitasi berlebihan terhadap benur dikhawatirkan dapat merusak siklus reproduksi lobster di masa mendatang, sehingga dibutuhkan pengelolaan yang bijaksana agar ekosistem laut tetap lestari
Kapal-kapal nelayan dari luar wilayah Gunungkidul ini mulai berdatangan dalam beberapa bulan terakhir. Mereka beroperasi di malam hari dengan menggunakan alat tangkap jaring ataupun lainnya. Kondisi ini menimbulkan kekhawatiran di kalangan nelayan lokal, yang merasa bahwa kehadiran para nelayan luar daerah tersebut dapat merusak ekosistem laut serta mengancam kelangsungan mata pencaharian mereka.
ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT
Ketua Kelompok Nelayan Pantai Baron, Sugeng mengungkapkan, nelayan ini datang dari luar Gunungkidul, dan wilayah pencarian benur mereka di Pantai Gesing ke arah Barat Parangtritis.
“Kami nelayan di Gunungkidul, khususnya nelayan Pantai Baron menolak, justru sudah dari dulu kami menolak, yang jelas merugikan, sedangkan nelayan disini tidak mencari BBL. Intinya merugikan karena nelayan pantai Baron khususnya tidak ada yang mencari BBL,”terang Sugeng, Minggu (15/9).
Sugeng menyampaikan, bahwa terkait konflik penangkapan Benur ini sudah dilakukan mediasi pada tanggal 15 Agustus lalu di Purworejo. Dalam kesepakatan itu salah satunya berisi bahwa nelayan kecil penangkap BBL hanya dapat melakukan kegiatan penangkapan BBL hanya pada lokasi penangkapan di wilayah administrasinya sesuai KTP atau surat keterangan domisili.
Selain itu, penetapan dan kuota ditentukan oleh Dinas dan tidak boleh melintas pada provinsi lain serta menggunakan alat tangkap yang sama. Namun setelah kesepakatan itu, masih banyak nelayan dari luar wilayah Gunungkidul yang mencari benur di perairan Gunungkidul.
“Mereka lewatnya tengah laut kira kira jarak 3 Mil, jadi tidak kelihatan kapal dari mana, namun kalau yang masih mencari benur di wilayah Gesing ke Barat Sampai Parangtritis itu nelayan dari Pacitan dan Pangandaran. Kalau di wilayah sini (Baron) biasanya kalau ketahuan sudah di usir,” imbuhnya.
Lebih lanjut Sugeng menyayangkan, peran aparat berwajib dalam hal ini petugas PolAir Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (PSDKP) dalam pengamanan wilayah perairan Gunungkidul. Seharusnya, petugas melakukan operasi dan menindak tegas nelayan luar yang mengeksploitasi benur di Kawasan perairan Gunungkidul.
“Takutnya nantinya ada hukum rimba sesama nelayan kalau diingatkan tidak mau,” tutupnya.