Gunungkidul,(kalaharinews.co) – Ditutupnya Tempat Pembuangan Akhir Sampah (TPAS) Piyungan, Bantul beberapa waktu lalu memunculkan pemasalahan baru di Gunungkidul. Si pengangkut sampah melakukan pembuangan secara illegal di lokasi bekas tambang Kalurahan Giring, Sodo dan alas Giripurwo. Hal ini tentu melanggar peraturan daerah meskipun di dalamnya terdapat hubungan bisnis antara si pemilik lahan dan pembuang sampah.
Koordinator LSM Lingkar Hijau Gunungkidul, Bekti W Suptinarso menyoroti polemik seperti ini muaranya adalah pemerintah kabupaten yang terlihat kurang menangkap peluang. Terlebih disitu terdapat nilai ekonomi. Bagaimana agar nilai ekonomi bisa sebagai ajang bisnis terkait sampah demi mensejahterakan masyarakat. Secara otomatis bisa dikelola oleh pemerintah dan masuk ke BUMD Gunungkidul.
“Melihat fenomena minimnya lahan pembuangan dan pengolahan sampah di DIY, pemkab harusnya tanggap peluang. Karena di Gunungkidul memiliki lahan yang luas dibanding kabupaten atau kota lainnya, disitu poin senjata untuk maju rembugan ke provinsi,” jelas dia, Jumat (17/05).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Nilai ekonomis yang dimaksud Bekti, atas dasar mensejahterakan masyarakat dan menambah PAD Gunungkidul. Sebagai contoh, menunjuk lahan yang mumpuni untuk pembuangan dan pengolahan sampah yang bisa melibatkan masyarakat luas dengan pendampingan SDM dari pemerintah.
“Walaupun harus merubah Perda, saya kira demi keberlangsungan hidup masyarakat dan pemasukan daerah, bisa diupayakan. Tergantung si pemangku kebijakan,” tegas Bekti.
Menurut Bekti, pemkab bisa melakukan koordinasi dengan pemkab dan pemkot lain untuk menyampaikan terkait lahan luas yang mumpuni di wilayah Gunungkidul. Hasil dari kesepakatan bisa menjadi senjata untuk maju ke pemprov terkait pembahasan aturannya.
“Kembali lagi bagaimana si pemangku bisa bersikap dan bertindak. Saya kira tidak sulit untuk hal tersebut,” ungkapnya.
Bekti mencontohkan salah satu usaha yang bisa memiliki nilai PAD Gunungkidul dari pengolahan sampah adalah Pembangkit Listrik Tenaga Sampah (PLTSa). Pemkab harus melakukan study banding ke lokasi yang sudah berjalan terkait PLTSa tersebut.
“Di Solo belum lama dioperasikan PLTSa dari anggaran APBN, dan itu sangat menguntungkan masyarakat juga pemerintah kabupaten. Satu teknis yang kita lihat, sampah dibakar untuk listrik,” ucapnya.
Dia berharap polemik seperti ini bisa menjadi peluang usaha di bawah naungan pemerintah agar masyarakat bisa berkarya dan meningkatkan pendapatan ekonomi masyarakat, pun Pemerintah Kabupaten Gunungkidul.