Gunungkidul,(kalaharinews.co) – Persoalan sampah di obyek wisata pantai belum mendapat penanganan serius dari Pemerintah Daerah Gunungkidul. Pelaku wisata dalam hal ini kelompok sadar wisata (Pokdarwis) merasa terbebani dengan permasalahan ini. Mereka mnyayangkan dinas yang berwenang justru sama sekali tidak “cawe-cawe”, meskipun disadari sektor wisata pantai menjadi pendulang terbesar Pendapatan Asli Daerah (PAD).
Ketua Pokdarwis pantai Sadranan, Wasdiyo mengatakan masalah sampah menjadi beban eksklusif bagi para pelaku wisata. Sementara ini pengelolaan sampah ditangani oleh Pokdarwis pantai Sadranan dengan melakukan pungutan kepada para pedagang. Mereka mengambil inisiatif seperti itu lantaran tidak adanya petugas kebersihan dari Dinas Lingkungan Hidup (DLH) yang ditugaskan di wilayah pantai.
“Pungutan sebulan sekali kepada pedagang sebesar Rp 25 ribu per usaha, dengan jumlah 83 pedagang,” katanya, Sabtu (13/04).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Ia menambahkan, waktu dulu sempat ada petugas kebersihan, namun hanya sekitar satu bulan kemudian ditarik lagi. Ketika saat itu ada petugas, para pelaku wisata bisa tenang dan focus dalam mengais rejeki karena sudah tidak berfikir mengurus perihal sampah. Namun demikian mereka menyadari terkait sampah tetap menjadi tanggungjawab bersama.
“Kalau seandainya ada petugas kebersihan kan bisa kerjasama dengan Pokdarwis,” terangya.
Lebih lanjut Wasdiyo menambahkan, sampah yang ada di pantai Sadranan jika dituruti satu pekan bisa 3 kali pembuangan. Sedangkan pungutan kepada pedagang hanya satu bulan sekali.
“Satu rit nya biaya buang Rp 1 juta lebih, pokdarwis memungut swadaya hanya satu bulan sekali itu bisa ditotal angkanya, yang tarikan Rp 50 ribu hanya penjual kelapa muda itu pun hanya beberapa orang. Memang saya akui kalau sampah di Sadranan luar biasa, karena pengunjung di Sadranan cukup banyak,” imbuhnya.
Pihak Pokdarwis sendiri, menurut Wasdiyo, sudah mengajukan tenaga kebersihan dan armada kepada DLH Gunungkidul. Namun hingga saat ini musim liburan belum ada tindak lanjut.
“Memang sejak dulu permohonan saya seperti itu namun sampai sekarang belum ada realisasi. Walaupun ini rumah kita mencari rejeki ini juga termasuk tanggung jawab kita semua, tetapi ini kan bentuknya wisata dan wisata ini dikelola oleh dinas terkait paling tidak ada perhatian,” jelasnya.
Ungkapan senada disampaikan Ketua Pokdarwis Pantai Drini, Sumarjoko. Tidak adanya perhatian dari dinas membuat Pokdarwis berpikir keras dengan mengadakan persetujuan nelayan dan juga karang taruna. Hasil mufakat tersebut menyatakan pengelolaan sampah di pantai Drini harus bekerja sama dengan pihak ketiga dengan sistem kontrak Rp 80 juta per tahun.
Dikarenakan armada pemungut sampah yang tidak bisa full beroperasi, sehingga terjadi penumpukan sampah yang mengharuskan menggandeng pihak ketiga dalam pengelolaannya.
“Sebelunya kita masih bekerja sama dengan DLH Gunungkidul, namun berhenti. Dan baru sekitar 5 bulan kita kerjasama dengan pihak ketiga,” ujarnya.
“Harapanya kita sebagai pengelola apakah kita dibeda bedakan dengan wisata wisata yang lain,Dikarenakan tempat wisata lain itu ada petugas kebersihan, Kenapa di pantai Drini tidak ada petugas kebersihan dari DLH? hal ini pun sudah sering kami pertanyakan dan juga secara langsung sudah meminta kepada DLH untuk diberikan petugas kebersihan untuk di pantai Drini,” tambah Sumarjoko.
Ia menerangkan juga, jika dulu awalnya pernah ada petugas kebersihan dari DLH namun semua petugas kebersihan dan armada ditarik sehingga pihaknya berinisiatif mandiri dalam penanganan sampah.
“Kami sangat menyayangkan karena wisata pantai Drini termasuk idola wisata yang ada di Gunungkidul, tetapi Dinas terkait tidak ada penanganan,” pungkasnya.