Gunungkidul,(kalaharinews.co) – Rapat gabungan Syuriyah dan Tanfidziyah, Pimpinan Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) DIY melakukan sambaing silaturahmi kepada pimpinan jamaah Aolia, KH. Ibnu Hajar Sholeh Pranolo atau Mbah Benu. Pendekatan ini dilakukan usai viral beredar video yang menentukan Hari Raya Idul Fitri 1445 H melakukan komunikasi dengan Alloh SWT, pada hari Jumat (05/04).
“Alhamdulillah, sekitar jam 11.00 WIB kami bersama tim telah selesai bersilaturrahim kepada Mbah Benu,” kata salah satu anggota tim Kyai Fajur Abdul Basyhir.
Hasil dari pendekatan tersebut, dijelaskannya; Mbah Benu telah menerangkan penentuan awal dan akhir Ramadhan memakai metodologi “kontak” batin dengan Allah; “Kontak” batin itu kemudian dia menyebutkan sebagai derajat wusul ilallah. Wusul ilalah yang difahami Mbah Benu adalah bisa berkomunikasi dengan Allah; Derajat wusul ilallah versi Mbah Benu dimulai pada tanggal 21 November 2021 saat berziarah di makam Syech Jumadil Kubro. Dia mengatakan bisa berkomunikasi dengan Syech Jumadil Kubro dan dinyatakan telah sampai ke derajat wusul. Derajat wusul ilallah menurut Mbah Benu semakin kuat ketika berkomunikasi dengan Syech Assmarqandi yang menyuruhnya menikah lagi.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Dari apa yang disampaikan Mbah Benu, menurut tim Kyai Fajur Abdul Basyhir, dapat dipahami bahwa metodologi yang dipakai sudah tidak sesuai dengan syariat. Maka dalam hal ini disampaikan kepada Mbah Benu sebagai berikut:
- Mbah Benu, Metodologi penentuan awal dan akhir Ramadhan yang Mbah Benu pakai, sudah tidak sesuai dengan aturan syariat.
- Aturan syariat yang didawuhkan Allah dan Nabi Muhammad SAW tidak melalui “kontak” batin, akan tetapi melalui ru’yatul hilal atau tafsir lain wujudul hilal.
- Mbah Benu, Nabi Muhammad tidak hanya seorang Nabi, tapi seklaigus Rasul. Di mana tingkat wusulnya Nabi Muhammad kepada Allah tentunya tidak ada yang menandingi. Toh beliau tetap perintah kepada para sahabat untuk melakukan ru’yatul hilal. Artinya, Nabi Muhammad yang tingkat wusulnya melebihi siapa pun, tetap melaksanakan penetapan awal dan akhir Ramadhan memakai metode ru’yatul hilal atau wujudul hilal, bukan memakai “kontak”.
Kemudian pihaknya menyampaikan beberapa ayat Al-Qur’an dan hadits tentang penetapan awal dan akhir Ramadhan.
Meskipun tidak 100 % bisa difahami oleh Mbah Benu, karena faktor usia dan sudah berkurang pendengarannya, Alhamdulillah dia sedikit taslim. Dengan demikian menurutnya, langkah ini harus dilakukan beberapa kali agar Mbah Benu benar-benar bisa memahami.
Mbah Benu sosok yang baik, supel, suka bergurau, dan sangat welcome terbuka adanya pendapat lain. Sangat jarang orang yang sudah punya pendirian seperti itu mau diajak berdialog. Biasanya mau benarnya sendiri. Tapi lain dengan Mbah Benu, sangat welcome.
Dari pertemuan tersebut disepakati bahwa; jika kelak dalam penentuan awal dan akhir Ramadhan mbah Ibnu Hajar tetap meyakini “kontak” itu sebagai sebuah keyakinan dan tidak bisa dirubah, disarankan agar dipakai sendiri dan tidak mempublikasikan dan tidak mengajak-ajak masyarakat; jika ada masyarakat atau jamaah yang bertanya, disarankan agar Mbah Benu menganjurkan jamaahnya mengikuti NU atau Pemerintah.