Gunungkidul,(kalaharinws.co) – Janji kampanye pemberian dana hibah sebesar Rp 100 juta per tahun untuk satu dusun/padukuhan yang disampaikan oleh kandidat calon Bupati dan wakil bupati Gunungkidul Sutrisno-Sumanto, menimbulkan banyak pertanyaan di kalangan masyarakat dan tokoh.
Meskipun janji ini terdengar menggiurkan, namun realisasi janji tersebut tak pelak akan menghadapi berbagai tantangan di keuangan daerah. Janji-janji besar seperti ini memang sering kali muncul saat kampanye, namun realisasinya kadang tidak sesuai yang diharapkan masyarakat.
Program hibah Rp 100 juta pertahun untuk setiap dusun dengan maksud untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat di daerah pedesaan dianggap tidak realistis dan akan sulit terlaksana. Bisa dibayangkan, di Gunungkidul sendiri terdapat 1.431 padukuhan, jika per Padukuhan akan menerima dana sebesar Rp 100 juta, maka total anggaran yang dikeluarkan untuk hibah Dusun dalam satu tahun mencapai Rp 143.100.000.000. Sementara APBD Gunungkidul sendiri berada di angka Rp 2,5 Triliun.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Menurut Supartono, yang merupakan mantan kepala BKAD Gunungkidul dan juga pernah menjabat sebagai Pelaksana Tugas (PLT) Sekda Gunungkidul, berdasarkan pengalamannya di birokrasi, APBD Gunungkidul sudah diplot-plotkan ke sejumlah bidang. Seperti diantaranya bidang pendidikan sebesar 20 persen, 10 persen untuk kesehatan dan belanja pegawai sekitar 50 persen. Sehingga menurutnya, kalau program hibah itu dipaksa untuk dilaksanakan menggunakan anggaran daerah, dinilai akan sulit terealisasi.
“Semua program itu baik, namun di sisi lain harus melihat kondisi keuangan daerah. Tetap menggunakan prioritas pembangunan yang ada di Gunungkidul,” terang Partono.
Mantan sekretaris daerah itu juga menuturkan, padukuhan itu sendiri tidak memiliki struktur kepengurusan, terutama dalam pengelolaan keuangan di tingkatan tersebut. Sehingga banyak hal yang harus dipertimbangkan lagi selain pada kemampuan keuangan daerah itu sendiri.
“Di padukuhan tidak ada struktur, kalau mengacu undang-undang nomor 13 tahun 2012 yakni undang-undang keistimewaan, Dukuh itu masuk di perangkat kalurahan, yang ada itu RT dan RW. Sehingga daripada Overlap, kalau kami menyarankan seyogianya kedepannya perlu di evaluasi oleh tim karena ini sulit dilaksanakan,”tandasnya.